Analisis Potensi pasar Keuangan di Awal Tahun 2024
pendahuluan
BantenDay.co.id – PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) kembali memberikan pandangan mendalam mengenai potensi pasar keuangan di awal tahun ini. Freddy Tedja, Kepala Spesialis Investasi MAMI, menjelaskan bagaimana dinamika pasar finansial saat ini dipengaruhi oleh pernyataan The Fed terkait suku bunga. Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih lanjut tentang proyeksi suku bunga, dampak kebijakan pemerintah baru AS, serta posisi Indonesia dalam konteks perdagangan global.
Proyeksi Suku Bunga The Fed
Perubahan Suku Bunga dan Dampaknya
Freddy mengungkapkan bahwa arah suku bunga yang ditetapkan oleh The Fed masih sesuai dengan ekspektasi pasar. Pada bulan Desember lalu, The Fed menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi antara 4.25% hingga 4.50%. Total pemangkasan yang diperkirakan untuk tahun 2024 mencapai 100 basis poin. Namun, perubahan proyeksi pemangkasan untuk tahun 2025 dari sebelumnya diperkirakan mencapai 100 basis poin kini hanya menjadi 50 basis poin mengejutkan banyak pihak.
Volatilitas Pasar dan Inflasi Global
Perubahan proyeksi tersebut menyebabkan volatilitas di pasar keuangan yang harus menyesuaikan ekspektasinya kembali. Hal ini bukanlah hal baru; sejak tahun lalu kondisi serupa telah terjadi berulang kali karena kebijakan ekonomi sangat bergantung pada data terkini yang ada.Namun demikian, penting untuk dicatat bahwa inflasi global tetap berada dalam siklus penurunan meskipun akselerasinya bervariasi dalam jangka pendek—kadang cepat dan kadang melambat.
Kebijakan Pemerintahan Baru AS
Imigran Terampil dan Tarif Perdagangan
Menjelang pelantikan Donald Trump sebagai presiden kedua kalinya, banyak berita simpang siur mengenai kebijakan-kebijakan pemerintahan baru Amerika Serikat (AS). Freddy menyebutkan bahwa beberapa media asing melaporkan adanya perdebatan mengenai kebijakan visa bagi imigran terampil serta tarif perdagangan.
dunia usaha yang merupakan pendukung utama kampanye Trump mendorong agar kemudahan visa bagi imigran terampil tetap dipertahankan karena mereka menawarkan remunerasi lebih murah dibandingkan tenaga kerja lokal. Namun hal ini ditentang oleh kalangan konservatif yang berargumen bahwa tenaga kerja asing ‘merebut’ peluang kerja masyarakat setempat.#### Dampak Kebijakan terhadap Inflasi
Freddy mencatat jika berita-berita tersebut benar adanya maka dampaknya bisa positif karena dapat mengurangi tekanan inflasi dan mempermudah the Fed untuk meneruskan pemangkasan suku bunga dengan lebih leluasa.
Posisi Ekonomi indonesia
#### Neraca Perdagangan Indonesia
Dari sisi keseimbangan perdagangan, Freddy melihat pengenaan tarif dari pemerintahan baru AS tentu akan berdampak pada neraca perdagangan Indonesia. Namun secara relatif, Indonesia adalah salah satu negara yang terkena dampak minimal atas potensi pengenaan tarif tersebut.Pada tahun 2023 lalu defisit perdagangan AS terhadap Indonesia tercatat hanya USD15 miliar atau sekitar satu persen dari total defisit perdagangan AS—jauh berbeda dengan defisit perdagangan AS terhadap China sebesar USD260 miliar atau sekitar dua puluh enam persen dari total defisitnya.
Indonesia seharusnya tidak terlalu masuk dalam radar target pemerintah AS terkait pengenaan tarif tersebut. Selain itu, diversifikasi basis produksi juga dapat memberikan keuntungan bagi Indonesia terutama setelah beberapa negara seperti Meksiko dan Vietnam mulai diperhatikan oleh pemerintah AS akibat meningkatnya defisit perdagangan mereka setelah China.### inflasi Domestik dan Kebijakan Moneter
Rekor Terendah Inflasi di Tahun 2024
di sisi domestik sepanjang tahun 2024 inflasi di Indonesia mencatat rekor terendah yaitu sebesar 1.57% YoY sementara Bank Indonesia belum dapat menurunkan suku bunga acuan demi stabilisasi nilai tukar Rupiah.
Freddy memproyeksikan pandangan hawkish dari The Fed serta ekspektasi kebijakan-kebijakan Donald Trump akan memicu inflasi sehingga dolar AS menguat pada kuartal terakhir tahun ini.
dengan mempertahankan BI Rate pada level tinggi setidaknya ada dua implikasi: selisih antara Federal Funds Rate dengan BI Rate semakin melebar—di awal tahun hanya sekitar lima puluh basis poin namun bisa mencapai seratus basis poin menjelang akhir tahun; sedangkan suku bunga riil menjadi tertinggi di kawasan Asia dengan tingkat acuan berada pada level enam persen sementara inflasinya sangat rendah.
Kedua faktor ini diyakini mampu menopang nilai tukar Rupiah agar tidak melemah lebih jauh meskipun tekanan terhadap Rupiah masih cukup terasa terutama menjelang kebutuhan Dolar musiman untuk impor bahan baku sebelum Idul Fitri serta repatriansi dividen perusahaan-perusahaan asing.Setelah periode itu berlalu—ditambah lagi jika kebijakan-kebijakan Donald Trump sudah mulai jelas—nilai tukar Rupiah seharusnya bisa stabil kembali sehingga Bank Indonesia dapat melanjutkan pelonggaran moneternya secara bertahap.
Pembatalan Kenaikan PPN
Pemerintah akhirnya membatalkan rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Menurut Freddy langkah pembatalan kenaikan PPN sangat krusial guna mendorong konsumsi masyarakat sebagai penopang pertumbuhan ekonomi menuju akhir dekade mendatang terutama ketika tingkat suku bunga harus bertahan tinggi demi menjaga stabilitas perekonomian nasional.
Pembatalan kenaikan PPN secara umum cukup melegakan tetapi tidak otomatis meningkatkan konsumsi secara signifikan juga tanpa dukungan stimulus lainnya seperti anggaran perlindungan sosial senilai IDR38 Triliun yang tetap dilaksanakan meski rencana kenaikan pajak dibatalkan.
Kedepannya harapan besar diletakkan kepada implementasikan berbagai paket stimulus populis guna meningkatkan daya beli masyarakat setidaknya selama kuartal pertama sebelum Idul fitri tiba agar pertumbuhan ekonomi tetap terjaga baik jangka pendek maupun panjang ke depan.
Kesimpulan: menghadapi Ketidakpastian Pasar
Di awal tahun baru ini ketidakpastian masih mendominasi pasar membuat investor merasa kehilangan arah menghadapi situasional global maupun domestik yang dinamis berubah cepat setiap waktu sehingga cenderung mengalami bias kognitif saat mengambil keputusan investasi penting mereka masing-masing .
Sebagai investor kita perlu menyadari bahwa bias ‘greed’ seringkali muncul ketika optimisme berlebihan menghiasi pandangan kita tentang masa depan perekonomian , sedangkan bias ‘fear’ muncul saat pesimisme merajalela akibat data-data negatif . Oleh karenanya penting bagi kita semua untuk terus memperhatikan segala aspek situasional baik jangka pendek maupun panjang tanpa terbawa arus emosi semata .
Akhir kata , katalis positif jangka menengah hingga panjang seperti kemungkinan pemangkasan lanjutan baik Federal Funds Rate mau pun BI rate , perbaikan daya beli masyarakat melalui implementasikan program-program tepat sasaran , serta harapan-harapan terkait kepemimpinan Donald trump selanjutnya semoga mampu membawa angin segar bagi perkembangan sektor-sektor investasi kedepannya .